Melalui Permendikbus Nomor 75 Tahun 2016, komite sekolah diperbolehkan menggalang sumbangan dari masyarakat secara sukarela. Namun, kemampuan komite sekolah dalam mengelola dana tersebut masih diragukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP).
"Penggalangan bantuan dari masyarakat diragukan efektifitasnya karena pengurus komite sekolah belum memiliki akses dan kemampuan untuk hal tersebut," tutur Koordinator KMSTP, Febri Hendri, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (18/1/2017).
Dia menjelaskan, penggalangan bantuan yang nantinya juga ditujukan untuk CSR perusahaan, tokoh masyarakat, individu dengan kemampuan ekonomi tinggi, dan pihak lainnya belum tentu bisa dikukan oleh seluruh komite sekolah. Terlebih, jika sekolah tersebut jauh dari perkotaan.
"Sebagian komite sekolah mungkin mampu mengakses karena sebagian perusahaan berada dengan wilayah sekolahnya. Namun sebagian lagi berada jauh dari perusahaan yang akan memberikan CSR. Masyarakat di sekitar sekolah juga tidak dalam kondisi mampu memberi bantuan atau sumbangan finansial pada sekolah," paparnya.
Selain itu, dikhawatirkan akan ada persaingan dan kompetisi antar komite sekolah untuk memperebutkan bantuan dari gerakan yoga donatur. Hal ini terjadi lantaran setiap komite sekolah berlomba-lomba mengajukan proposal pada perusahaan atau instansi tertentu.
"Kompetisi ini jelas tidak menguntungkan sekolah. Akibatnya, komite sekolah tidak mampu memenuhi target bantuan, dan kemudian mengandalkan sumbangan dari orangtua murid. Jika hal ini terjadi, mungkin saja komite sekolah memberlakukan sumbangan dengan unsur mengikat atau sumbangan yang pada dasarnya adalah pungutan," tandasnya. |